Danau Situ Patenggang berlokasi tidak jauh dari Kawah Putih Ciwidey, Bandung Selatan. Hanya berjarak sekitar 7 KM dari tempat wisata Kawah Putih, Danau Situ Patenggang ramai dikunjungi wisatawan karena pemandangannya yang eksotik. Selain menikmati pemandangan danau sambil berpiknik, anda juga dapat bermain perahu air di Danau Situ Patenggang.
Konon, situ yang airnya berasal dari Sungai Cirengganis ini merupakan kumpulan air mata dari pasangan Dewi Rengganis dan Ki Santang, yang cintanya tak bisa bersatu karena suatu keadaan. Namun, mereka akhirnya bisa kembali bertemu pada sebuah batu setelah sekian lama saling mencari. Batu inilah yang kelak dinamakan batu cinta. Mitos pun menyeruak, bagi pasangan yang berkunjung ke batu itu, cinta mereka akan abadi. Nama Patengan pun diduga diambil dari kisah pasangan dalam legenda tersebut, yakni dari kata pateangan-teangan yang dalam bahasa Sunda berarti saling mencari.
Terlepas dari legendanya, Situ Patengan memang memiliki daya tarik tersendiri. Sejauh mata memandang, pengunjung dapat menikmati pemandangan indah berupa hamparan perkebunan teh, pegunungan, perkebunan stroberi, serta hutan yang mengelilinginya. Suasana terasa semakin nyaman karena kawasan ini berhawa sejuk. Bahkan, setiap harinya nyaris selalu ditandangi kabut. Pengunjung pun bisa mengelilingi danau menggunakan perahu. Sama halnya dengan legenda batu cinta, konon, jika pasangan mengelilingi situ ini akan diberikan kelanggengan.
Situ Patengan pun menyimpan potensi flora dan fauna. Beberapa flora dan fauna unik dapat ditemui di kawasan ini. Apalagi, Situ Patengan telah menjadi taman wisata sejak tahun 1981 yang sebelumnya merupakan kawasan cagar alam. Pepohonan khas Jawa Barat, sejenis puspa dan saninten, masih banyak ditemukan. Jenis primata langka, surili (Presbytis comata), juga masih kerap terlihat dan terdengar suaranya di hutan sekitar situ. Untuk jenis ikan, situ ini menjadi habitat ikan sejenis nila, mas, dan tawes.
Situ Patengan rutin menjadi tempat kegiatan penanaman bibit ikan dan tanaman setiap tahunnya, yaitu setiap tanggal 14 Maulid. Pada hari itu juga dilaksanakan ritus syukuran yang dilakukan masyarakat sekitar Situ Patengan di Pulau Sasuka. Acara itu juga merupakan bentuk penghormatan pada tanah leluhur, dilakukan semalam suntuk, dan terbuka untuk umum.